Orangorang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak akibat meluapnya sungai. Rakyat Tondano tidak terima dengan ultimatum tersebut. Karena kesal, Simon Cos akhirnya ditarik mundur ke Manado. Rakyat Tondano mengalami masalah karena dagangan mereka tidak laku, mereka akhirnya terpaksa membeli hasil-hasil pertaniannya.
RINGTIMES BANYUWANGI – Berikut kunci jawaban mata pelajaran Sejarah Indonesia Kelas 11 SMA, latih uji kompetensi halaman 152 untuk nomor 1 sampai 5. Halo adik-adik siswa-siswi kelas 11 SMA, pakah kalian sudah mengerjakan uji kompetensi halaman 152 mata pelajaran sejarah Indonesia? Jika kamu merasa kesulitan, simak artikel hingga akhir ya, karena akan tersedia kunci jawaban dari latih uji kompetensi perang melawan Belanda untuk soal nomor 1 sampai 5. Baca Juga Kunci Jawaban Sejarah Indonesia Semester 1 Kelas 11 SMA Halaman 101 Yuk, tunggu apalagi, segera buka buku paket sejarah Indonesia kamu dan inilah soal beserta kunci jawabannya. 1. Rakyat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman Belanda padahal yang membendung Sungai Temberan itu Belanda. Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian. Sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan imperialisme yang akan terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh! Jawaban Sikap sewenang-wenang penjajah Belanda kepada masyarakat Tondano karena kerugian yang mereka alami dan mencoba memenuhi neraca dagangannya dengan mengambil budak.
TondanoKM - Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Minahasa, Handry Inyo Kindangen, Jumat (14/12)kemarin, sekitar pukul 15.30 Wita dipolisikan oleh sejumlah wartawan Minahasa. "Yang harus disampaikan kepada masyarakat bahwa hasil akhir dari proses penghitungan suara itu adalah pleno KPUD Minahasa yang Perang tondano I dan II dan pattimura angkat senjata dipicu karena orang Belanda ingin memaksa agar rakyat minahasa menyerahkan beras secara Cuma-Cuma kepada belanda dan harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi dan pemuda di wilayah Minahasa harus mau dikirim menjadi prajurit di pejuang juga hancur bersama rakyat di benteng pertahanan Moraya ,para pejuang juga memilih mati dari pada menyerah jadi pantang mundur sebelum kalah.Perang Tondano ISekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun perang tonando di kenal dalam dua tahap. Perang Tondono I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat orang – orang spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondono Sulawesi spanyol disamping berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agam kristen di tanah minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang minahas dan spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad 22 hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di ternate. Bahkan gubernur Ternate bernama simon cos mendapatkan kepercayaan dari batavia untuk membebaskan minahasa dari pengaruh spanyol. Simon cos kemudian menempatkan kapalnya di selat lembeh untuk mengawasi pantai timur minahasa. Para pedagang spanyol dan juga makasar yang bebas berdagang mulai tersungkir karena ulah berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang minahasa menjual berasnya kepada VOC. Oleh karena itu VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan bebas di sulawesi utara. Orang-orang minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang minahasa. Untuk melemahkan orang-orang minahasa, VOC membendung sungai temberan. Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang minahasa. Orang-orang minahasa kemudian memindahkan tempat tinggalnya di danau Tondono dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang terpusat di danau Cos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC,Orang-orang Tondano hrus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman pdi karena genangan air sungai rakyat Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut. Simo Cos sangat kesal karena ultimatumnya tidak berhasil. Pasukan VOC akhirnya ditarik mundur ke manado. Setelah itu rakyat tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tidak ada yang terpaksa mereka kemudian mendekati VOC untuk membeli hasil-hasil pertaniannya. Dengan demikian terbukalah tanah minahasa oleh VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa itu kemudian memindahkan perkampungannya di danau tondano ke perkampungan baru di daratan yang di beri nama Minawanua ibu negeri.Perang Tondano IIPerang Tondano II sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan kolonial belanda. Perang ini di latar belakangi oleh kebijakan Gubernur Jendral Deandels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah menambah jumlah pasukan maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari suku-suku yang memiliki kebernian berperang. Beberapa suku dianggap memiliki keberanian adalah orang-orang Madura, Dayak dan perintah deandels melalu Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para Ukung.Ukung adalah pemimpin dalam suatu wilayah watak atau daerah setingkat distrik.Dari Minahasa di terget untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2000 orang yang akan di kirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program deandels untuk meregrut pemuda-pemuda minahasa sebagai pasukan di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktifitas perjuangannya di Tondano, Minawanoa. Salah seorang pemimpin berlawanan itu adalah Ukung Lonto ia menegaskan rakyat minahasa harus melawan kolonial belanda sebagai bentuk penolakan terhadap program pengiriman 2000 pemuda minahasa ke jawa serta menolak kebijakan klonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras secara Cuma-Cuma kepada suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Gubernur Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang minahasa di tondano, kembali menerapkan strategi dengan membendung sungai temberan. Prediger juga membentuk 2 pasukan tangguh. Pasukan yang satu disiapkan dari danau tondano dan pasukan yang lain menyerang minawanua dari darat. Tanggal 23 oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan belanda yang berpusat di danau tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang minahasa di sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke Belanda merasa pagi hari tanggal 24 oktober 1808 pasukan belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus di lakukan belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan prediger mulai mengendorkan dari perkampungan itu orang-orang tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak belanda. Pasukan Belanda terpaksa di tarik mundur. Seiring dengan itu sungai temberan yang di bendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan belanda sendiri. Dari jarak jauh belanda terus menghujani meriam ke kampung minawanua, tetapi tentu idak efektif. Begitu juga swrangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat jaung orang-orang tondano, Minawanua. Bahkan terpetik berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di Tondano II berlangsung cukup lama,bahkan sampai agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makananan mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya pada tanggl 4-5 Agustus 1809 benteng pertahanan moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dair pada Perang Tondano 1808-1809Perang Tondano 1VOC memaksakan orang-orang minahasa menjual beras dgn harga murah ke VOC akhirnya orang2 minahasa menolak dan voc memerangi orang2 minahasaPerang Tondano 1Orang-orang minahasa harus mengganti rugi perang dengan memberikan 50-60 budak ke Perang Tondano 1808-1809, perang yang berlangsung antara Suku Minahasa dengan Pemerintah Kolonial Belanda di wilayah wilayah Danau Tondano semenanjung Sulawesi Perang TondanoDicabutnya Perjanjian Verbond yang dibuat pada tanggal 10 Januari 1679. Perjanjian Verbond sendiri menandakan sebuah ikatan persahabatan-persahabatan antara Minahasa dan Belanda yang diingkari sendiri oleh pihak Minahasa yang sejak dulu dikenal tetap konsisten dalam mempertahankan nilai-nilai budaya yang berorientasi pada kebenaran dan keadilan, serta tidak kenal kompromi kepada siapapun yang melanggar komitmen adat bahwa pihak Belanda telah melakukan pengingkaran terhadap Perjanjian Verbond telah menjadi bagian dari adat Minahasa yang menjamin kelanjutan hidup orang Minahasa. Oleh karena itu mereka menganggap bahwa pengingikaran yang dilakukan pihak Belanda ini merupakan suatu penghinaan fantastis terhadap nilai-nilai kebenaran dan Tondano I 1808 Latar belakang Perang Tondano 1 motif ekonomi yakni monopoli PENJUALAN BERAS KEPADA VOC. VOC berusaha memaksakana kehendak agar orang-orang Minahasa menjuala berasnya kepada VOC, karena VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebutPerang Tonando satu terjadi pada masa kekuasaan VOC pada saat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa “Tondano”, Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa ialah Fransiscus dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang, tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang pedagang Spanyol dan juga Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju FilipinaPenyebab Tondano II 1809Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris, sehingga memerlukan pasukan dalam jumlah menambah jumlah pasukan maka direkrutlah pasukan dari kalanagan pribumi. Mereka dipilih dari suku-suku yang memiliki keberanian berperang, seperti suku Madura, dayak dan perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung, seorang pemimpin dalam suatu wilayah/distrik. Dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah orang yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan Perang TondanoMengapa Disebut Perang Tondano?Pertanyaan ini penting untuk dikemukakan, mengingat masih adanya persepsi di kalangan tertentu orang Minahasa yang beranggapan bahwa seakan-akan pelaku-pelaku yang terlibat dalam peristiwa besar Perang Tondano hanya Orang Tondano yang bermukim di pemakaian istilah Perang Tondano bukan berarti yang terlibat dalam perang hanya Walak Tondano, akan tetapi hampir seluruh Walak di Minahasa telah berperanserta menunjukkan solidaritasnya sebagai Tou-Minahasa berjuang bersama Walak Tondano melawan Kompeni dikemukakan oleh salah seorang penulis asal Tondano Giroth Wuntu 1963, bahwa pada hakekatnya Perang Tondano PT adalah perang patriotik yang besar dari rakyat Maesa Minahasa pada umumnya melawan penjajahan Belanda, yang telah berlangsung secara berulang-ulang dalam kurun waktu satu setengah abad. Perang perlawanan yang pertama telah dimulai pada 1 Juni 1661, dan berakhir perang perlawanan terbesar pada 14 Januari 1807 sampai 5 Agustus pemimpin Perang Tondano, selain Tewu, Sarapung, Korengkeng, Lumingkewas Matulandi semuanya berasal dari Tondano-Minawanua, terdapat juga Lonto Kamasi Kepala Walak Tomohon, dan Ukung Mamahit dari Walak sebagai organisator dan atau otak “de ziel” dari perlawanan melawan kompeni Belanda, selain Tewu juga Lonto Kamasi Kepala Walak Tomohon yang dicari-cari oleh pihak kompeni Belanda untuk juga yang terungkap dalam dokumen Perang Tondano, akhirnya Tewu ditangkap menemani Ukung Pangalila Tondano dan Ukung Sumondak Tompaso yang sudah sejak awal menjadi penghuni penjara di Benteng ditangkap oleh Belanda ketika selagi mengikuti musyawarah di Benteng Belanda tersebut. Mereka ditangkap karena keduanya dengan tegas menentang usaha dari Residen Schierstein yang hendak mengubah substansi perjanjian atau Verbond 10 Januari 1679, seperti yang diakui oleh Jacob Claesz, kepada David van Peterson dinyatakan “Bahwa orang-orang Minahasa bukan merupakan orang taklukan atau bawahan, tetapi yang berada dalam suatu ikatan persahabatan dengan Kompeni Belanda”.Dengan demikian, perlulah diungkapkan di sini bahwa disebut Perang Tondano yang secara historis telah berlangsung sejak tahun 1661, dan puncaknya terjadi pada tahun 1808-1809, didasarkan atasPuncak petualangan kompeni Belanda itu dimulai, dilaksanakan dan diakhiri di wilayah Walak Tondano;Waktu perang pecah, kita belum mengenal istilah Minahasa sebagaimana kita mengartikannya sekarang ini. Memang pada dekade terakhir dari abad kedelapan belas, istilah Minahasa memang sudah dipakai. Tapi, masih dalam arti “Landraad”/”Vergadering van Volkshoofden” Musyawarah para Ukung dan Kepala Walak. Karenanya menurut sejarawan Godee Molsbergen, Residen Predigger, arsitek Perang Tondano itu hanya memakai istilah “Manadosche onlusten”; sedangkan sejarawan de Graaf menyebutnya “Volksopstand in Manado”.Berdasarkan cerita rakyat, peristima itu diistilahkan sebagai Perang Tondano, merupakan istilah yang telah membudaya dalam masyarakat Minahasa pada umumnya lihat Supit 1991.Latar Belakang Perang Tondano dan ImplikasinyaBahwa hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya perang antara orang Minahasa dengan kompani Belanda, antara lain dipengaruhi oleh sikap antipati seluruh Walak di Minahasa khususnya Walak Tondano atas kedatangan kolonial Belanda yang dianggap sama dengan kolonial asing sebelumnya, yakni orang Tasikela Portugis dan Spanyol yang telah membunuh beberapa Tona’as, antara lain Mononimbar dan Rakian dari Tondano dan Tona’as Umboh dari Tomohon, serta adanya pemerkosaan terhadap perempuan Wewene ini menimbulkan kesan bahwa semua orang kulit putih kolonial memiliki perangai yang sama alias kejam. Demikian juga pada perang ketiga, dipicu oleh tertangkapnya Ukung Pangalila kepala Walak Tondano, dan Ukung Sumondak kepala Walak semua penulis menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya Perang Tondano keempat terakhir, adalah bahwa Minahasa tidak mau menyediakan tentara untuk kepentingan militer Hindia-Belanda lihat Wenas 2007. Dikemukakan oleh Supit 1991, “para penulis barat dalam tulisan sepintas senantiasa menyatakan bahwa penyebab terjadinya peristiwa itu, adalah karena masalah “rekrutering” atau “ketentuan menjadi serdadu” bagi para pemuda Minahasa untuk dikirim ke Jawa guna menghadapi perjuangan tentara Inggris. Sejarawan Dr. de Graaf, menyatakan atas hal ini “Maka dipanggilah dalam jumlah besar, orang-orang yang berasal dari suku-suku pemberani dalam peperangan, seperti suku Minahasa, suku Madura, dan suku Dayak. Bila yang datang melapor secara suka rela tidak segenap hati/memadai, pemaksaan dilakukan. Suatu tindakan yang telah mengakibatkan pecahnya pemberontakan rakyat di Manado/Minahasa”.Kecuali itu, Dr. Godee Molsbergen, yang pada tahun 1928 ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menulis sejarah Minahasa dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun “Persahabatan Minahasa-Belanda/Verbond 10 Januari 1679 kedua ratus lima puluh, menulis “Walaupun Predigger dengan pembawaannya yang lemah lembut menghindari bentrokan dengan penduduk, ia tidak dapat mencegah tindakan petugas pendaftaran yang tidak bijaksana dan terciptanya cerita yang tidak-tidak mengenai tujuan perekrutan. Ditambah dengan hutang lama, disebabkan penerimaan sandang dengan uang muka, hubungan baik dengan Pemerintah Hindia-Belanda, menjadi rusak sama sekali”.Apabila disimak secara kritis makna terjadinya Perang Tondano itu, bahwa sesungguhnya bukan karena alasan rekruitmen, tagihan hutang lama dan tafsiran yang mengada-ada dari sejarawan kolonial tersebut. Akan tetapi, akar masalahnya terletak pada “pelanggaran-pelanggaran kolonial Belanda terhadap ketentuan ikatan persahabatan Minahasa-Belanda Verbond 10 Januari 1679”. Hal ini menunjukkan bahwa secara antropologis, orang Minahasa sudah sejak tempo doeloe tetap konsisten mempertahankan nilai-nilai budaya orientasi terhadap kebenaran dan keadilan yang tidak mengenal kompromi dengan pelanggaran adat, siapa pun pihak yang melakukan pelanggaran adat yang dimaksud sei’reen.Bagi orang Minahasa Verbond tersebut sudah menjadi bagian dari adat Minahasa yang menjamin kelanjutan hidup orang Minahasa. Hal ini dianggap oleh para pemimpin Minahasa, merupakan pengingkaran kompani Belanda terhadap Verbond yang sudah mereka sepakati bersama. Pengingkaran ini adalah suatu penghinaan yang fantastis terhadap kebenaran dan keadilan. Apalagi mereduksi nilai-nilai kepemimpinan sosial orang Minahasa, di mana posisi kepala walak dikondisikan sedemikian rupa dalam perubahan perjanjian Verdrag 10 September 1699/amandemen pasal 9, sebagai bawahan yang harus tunduk terhadap semua kebijakan kompani Belanda. Padahal dalam konteks status – peranan, menjadi kepala walak, bukanlah jabatan yang diberikan atas dasar turunan ascribed; tetapi menjadi kepala walak diperoleh secara demokratis/dipilih secara adat atas dasar kinerja achieved.Tokoh Perlawanan Pattimura Angkat senjataKapiten Pattimura Thomas MattulessiRhebokThomas PattiwelRaja tiowLukas LutamahinaJohanes MattulessiCristina Marta tihahukapitten paulu tiahahu ayah Cristina Marta tihahuAkhir Perang TondanoBelanda kemudian mendatangkan bantuan dari ambon. Datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh mayor beetjes. Pasukan ini kawal oleh kapal nassau dan kapal evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan pattimura,bahkan mayor kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang diberbagai tempat seperti di seram, hitu,maluku,dan larike. Selanjutnya pattimura memusatkan perhatian untuk menyerang benteng zeenlandia dipulau haruku. Melihat gelagat pattimura itu maka pasukan belanda dibenteng ini dipekuat oleh komandannya groot. Patroli juga terus dirketat. Oleh karena itu, pattiura gagal menembus benteng perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari batavia untuk merebut kembali benteng duurstede. Agustus 1817 saparua diblokade,benteng duurstede dikepung yang disertai tembakan meriam yang bertubi-tubi. Satu-persatu perlawanan diluar benteng dapat dipatahkan. Daerah di kepulauan itu jatuh kembali ke tangan belanda. Dalam kondisi yang demikian itu pattimura memerintahkan pasukannya meloloskan diri dan meninggalkan tempat demikian benteng duurstede berhasil dikuasai belanda kembali. Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan gerilya. Tetapi bulan november beberapa pembantu pattimura tertangkap seperti kapitten paulu tiahahu.ayah christina tiahahu.yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa ini christina martha tiahahu maran dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya. Belanda belum puas sebelum dapat menangkap pattimura. Bahkan belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap pattimura akan diberi enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya pattimura tertangkap. Tepat pada tanggal 16 desember 1817 pattimura dihukum gantung di alun-alun kota ambon. Christina martha tiahahu yang berusaha melanjutkan perang gerilya akhinya juga tidak dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke jawa sebagai pekerja rodi. Di kapal christina martha tiahahu tidak mau makan dan buka mulut. Ia jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 1 januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut. Dengan itu berakhirlah perlawanan pembahasan kali ini semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kalian, terima kasih sudah mampir, jika kalian ingin bertanya silahkan komentar dibawah ya...

KronologiWarga Tondano Tewas usai Duel dengan Anggota TNI, Ini Versi Keluarga "Syakin jika itu dilaksanakan oleh semua masyarakat, dapat menekan penyebaran Covid-19," katanya. Editor : Haryanto . Juragan 99 Kalah Gugatan dan Harus Membayar Ganti Rugi Rp37,99 Miliar Kepada PS Glow.

FHFannya H26 Oktober 2021 1208PertanyaanRakyat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman Belanda padahal yang membendung Sungai Temberan itu Belanda. Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian. Sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan imperialisme yang akan terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh! 1rb+0Belum ada jawaban 🤔Ayo, jadi yang pertama menjawab pertanyaan ini!Mau jawaban yang cepat dan pasti benar?Tanya ke ForumBiar Robosquad lain yang jawab soal kamuRoboguru PlusDapatkan pembahasan soal ga pake lama, langsung dari Tutor!Temukan jawabannya dari Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!
Padatanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. e. orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan.
Latihan Uji Kompetensi Halaman 152 Soal dan Jawaban Terkait Download Kunci Jawaban Seluruh Buku SMA Paket, Modul, dan LKS Rakyat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman Belanda pada hal yang membendung Sungai Temberan itu Belanda. Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian. Sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan imperialisme yang akan terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh! jawaban perlakuaan belanda tidaklah patut ditiru karena sewena-wena menyalahkan rakyat padahal belanda sendiri yang membangun bendungank, seperti yang terjadi pada dunia saat ini. Kerusakan alam yang di timbulkan oleh manusia sendiri malah menyalahkan pemerintahan , bencana banjirpun juga di sebabkan masyarakat tetapi menyalahkan pemerintahan. Rumuskan latar belakang terjadinya perlawanan Pattimura di Saparua? jawaban Perlawanan Patimura di Saparua terjadi karena Tindakan sewenang-wenang Pihak Kolonial Belanda yang menyengsarakan rakyat seperti kerja paksa, penyerahan paksa ikan asing, kopi dan rempah-rempah. Pihak Belanda tidak menghargai jasa rakyat Maluku dalam membuat kapal. Muncul desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan, dan para pemuda dijadikan tentara di luar Maluku. Kesengsaraan masyarakat maluku akibat penjajahan Kolonial Belanda Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah satu strategi perang Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan”. Mengapa demikian, apa tujuan yang ingin diraih Belanda? Jelaskan! jawaban Tujuannya adalah, agar pemerintah kolonial Belanda kesulitan melawan pasukan kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol dan pada saat itu pemerintah kolonial Belanda sedang menghadapi perang besar di Jawa yaitu Perang Diponegoro dari Kesultanan Mataram. Hal ini menyebabkan Belanda perlu memusatkan kekuatan perangnya di Jawa untuk memenangkan Perang Diponegoro. Jelaskan apa yang dimaksud dengan strategi winning the heart ? jawaban Adalah strategi Van de Bosch untuk memenangkan hati kaum padri. Strategi tersebut berupa penghapusan pajak di pasar, kemudian para juragan digaji oleh Belanda dan para pegawai juga dibayar oleh Belanda. Belanda berjanji kepada kaum padri bahwa tidak akan perang lagi antara kaum padri dengan VOC. Pangeran Diponegoro memimpin perang dengan berlandaskan pada nilai-nilai kesyukuran dan keimanan. Jelaskan! jawaban Pangeran diponegoro memimpin perang dengan tetap bertumpu pada landasan nilai-nilai kesyukuran dan keimanan adalah karena ia tidak menginginkan timbulnya pertumpahan darah yang merugikan banyak masyarakat. Oleh karena keinginan menghindari kerugian dan pertumpahan darah dari semua pihak inilah maka ketika memimpin perang melawan Belanda dia mengungsikan pengikutnya ke Bukit Selarong. Apa yang dimaksud dengan Benteng Stelsel, bagaimana pelaksanaannya? jawaban Benteng stelsel adalah staretegi perang Belanda yg diterapkan untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Untuk pelaksanaanya Setip kawasan yang telah berhasil dikuasai oleh Belanda, akan dibangun benteng pertahanan atau kubu pertahanan, kemudian dari masing-masing kubu tersebut dibangunlah insfratuktur penghubung seperti jalan ataupun jembatan. Apa yang dimaksud Hukum Tawan Karang? Mengapa Belanda menentang Hukum tersebut? jawaban Adalah hak istimewa yang dimiliki raja-raja Bali untuk merampas dan mengambil kapan-kapal yang terdampar di territori mereka. Jelas Belanda tidak setuju, karena Tawan karang dapat merugikan Belanda apabila ada kapal belanda yang terdampar di bali, akan dirampas orang bali. Coba jelaskan secara singkat latar belakang dan sebab-sebab terjadinya Perang Banjar! jawaban Penyebabnya adalah Rakyat Banjar tidak suka dan tidak setuju dengan merajalelanya dalam menguasai perkebunan dan pertambangan yang ada di Kalimantan Selatan. Terlalu ikut campurnya pihak Belanda terhadap urusan kesultanan. Belanda ingin menguasai daerah Kalimantan Selatan karena di daerah tersebut ditemukan pertambangan batubara. Belanda telah merencanakan menghapus jabatan sultan di kerajaan Banjar. Belanda tidak menyetujui pangeran Hidayatullah menjadi sultan Banjar. Setelah mencopot jabatan sultan dari Tamjidullah, Belanda kemudian membubarkan kerajaan Banjar. Rakyat Aceh memiliki semboyan dan doktrin “syahid atau menang” Coba jelaskan makna semboyan itu bagi perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Belanda! jawaban Maknanya adalah rakyat aceh tidak boleh putus asa karena hanya ada 2 pilihan menang atau syahid mati dalam pertempuran yang tujuan dari semboyan ini adalah memotivasi rakyat aceh agar selalu menang melawan belanda. Mengapa Sisingamangaraja XII menentang Kristenisasi yang dilakukan Belanda? jawaban Karena si Singamaraja khawatir jika agama kristen akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun temurun. Bilasudah ada aturan, pemerintah pun harus patuh membayar ganti rugi pada rakyatnya. #Pebasa #KonsiltasiGantiRugi #PenangananGantiRugi #Bisnis Soal. Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50 – 60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman Belanda padahal yang membendung Sungai Temberan itu adalah Belanda. Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian. Sikap ini merupakan sikap Kolonialisme dan Imperialisme yang akan terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh 2. Rumuskan latar belakang terjadinya perlawanan Pattimura di Saparua 3. Perang Padri fase ke dua sebenarnya merupakan salah satu strategi perang Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan”. Mengapa demikian, apa tujuan yang ingin di raih Belanda? Jelaskan 4. Pangeran Diponegoro memimpin perang tetap pada landasan nilai – nilai kesyukuran dan keimanan. Jelaskan 5. Apa yang dimaksud dengan benteng stelsel, bagaimana pelaksanaanya? 6. Apa yang dimaksud dengan Hukum Tanam Karang? Mengapa Belanda menentang Hukum tersebut? 7. Coba jelaskan secara singkat latar belakang dan sebab – sebab terjadinya perang Banjar 8. Rakyat Aceh memiliki semboyan dan doktrin “syahid atau menang” coba jelaskan makna semboyan itu bagi perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Belanda 9. Kenapa Si Singamangaraja XII menentang Kristenisasi yang di lakukan Belanda? JAWAB 1. Dalam konsep kolonialisme pemerintah bersifat komando, ditambah sikap deskriminatif antara kelompok penjajah dengan masyarakat jajahan. Peristiwa Tondano mencontohkan bahwasanya ke egoisan Belanda yang bersikap sewenang-wenang. Dalam hal ini mereka mendapatkan kerugian karena hasil tanam tidak tercapai dan imbasnya mereka coba memenuhi neraca dagangannya dengan cara mengambil budak. Hal ini adalah sikap kolonialisme yang menganggap bangsa jajahannnya bukan manusia yang memiliki hak dan kewajiban tetapi lebih sebagai objek keuntungan atau dalam bahasa kolonialnya properti perdagangan. Saat ini sikap kolonialsme masih terdapat, seperti ekspansi perusahaan asing ke negara-negara berkembang. Contohnya kolonialsme di bidang kelautan oleh negara asing di laut indonesia, mereka mencuri hasil ikan dan tidak menghormati kedaulatan negara Indonesia ataupu n tidak membayar pajak kepada pemerintah. 2. Perang Saparua merupakan perlawanan rakyat Ambonyang di pimpin oleh Pattimura. Dalam pemberontakan tersebut seorang pahlawan wanita bernama Cristina Martha Tiahahu melawan dengan berani. Perlawanan Pattimura dapat di kalahkan setelah bantuan pasukan Belanda dari Jakarta. Pattimura bersama tiga pengikutnya di tangkap dan di hukum gantung. 3. Tujuannya adalah untuk menghilangkan pengaruh dari Pangeran Diponegoro yang nantinya akan di asingkan oleh Belanda. Akibat dari pengasingan ini rakyat kehilangan sosok pemimpin dan pemersatu sehingga rakyat tidak aka punya tujuan, darisini Belanda masuk dan merebut kekuasaan 4. Pangeran Diponegoro memimpin perang tetap berada pada landasan nilai – nilai kesyukuran dan keimanan di karenakan pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak individualistik, ia sangat mementingkan keselamatan anggota keluarga dan anak buahnya, artinya berdasarkan nilai keimanan yang dimiliki, pangeran diponegoro selalu bersyukur atas berhasil atau gagalnya ia dalam memimpin perang pada saat ia harus mengungsikan anggotanya ke selatan ke bukit Selarong dan akhirnya beliau dapat mengusai beberapa pos Belanda. 5. Benteng stelsel adalah sebuah strategi yang di terapkan oleh Belanda untuk mengalahkan musuh – musuhnya, pelaksanaanya Pada setiap kawasan berhasil di kuasai Belanda di bangun benteng pertahanan, kemudian dari masing – masing kubu pertahanan tersebut di bangun infrastruktur penghubung seperti jalan atau jembatan. 6. Hukum Tawan Karang yaitu berisi penyitaan barang – barang di kapal asing yang berlayar di pantai Bulelelng, waktu itu salah satu kapa Belanda kapal Overisjel berlayar di pantai buleleng lalu sesuai humum tersebut maka di sitalah Kapal Belanda, hal ini menyebabkan Belanda marah dan Belanda menyuruh raja – raja Bali tunduk pada Belanda. 7. Sebab perang banjar karena - Campur tangan Belanda dalam urusan Kraton Banjar, ketika mengangkat pangeran Tomjiidilah sebagai sultan. - Belanda melakukan monopoli dagan lada, rotan, damar serta emas dan intan. Rakyar hidup menderita karena beban pajak karena kerja rodi membuka jalan untuk mempermudah akses Belanda. - Belanda ingin menguasai Kalimantan bagian selatan karena Belanda semakin memperluas wilayahnya di bagian selatan untuk berkebun dan pertambangan, sehingga kerajaan menjadi sempit. Latar belakang - Konflik internal terkait ahli waris tata setelah Adam meninggal, dan monopoli serta halhal bersnagkutan dengan wilayah kerajaan dan penderitaan rakyat. 8. Maknanya adalah rakyat Aceh tidak boleh putus asa karena hanya ada dua pilihan menang atau sahid mati dalam pertempuran yang tujuan dari semboyan ini adalah memotivasi rakyat Aceh agar selalu menang melawan Belanda. 9. Untuk menegakkan kebenaran dan karena beliau memeluk agama islam. Dalam melawan Belanda Si Singamangaraja XII bekerja sama dengan Panglima Nali dari kerajaan Islam Minangkabau dan panglima Teuku Mohammad dari kerjaan Islam Aceh. Keislaman Si Singamangaraja XII membuatnya teguh dalam berjuang membela al Haq dan melawan kebathilan. Beliau tidak saja di anggap raja namun juga imam oleh rakyatnya. Menghadapi pemimpin yang di dukung penuh oleh rakyatnya sendiri. Belanda akhirnya memakai cara licik. Ibu permaisuri dan kedua putra Si Singamangaraja di tangkap belanda lalu membujuk agar Si Singamangaraja mau berunding, namun cara ini pun tidak mempan. Akhirnya belanda menurunkan pasukan besar – besaran dengan kekuatan penuh pada 17 JUNI 1907 di bawah pimpinan Cristofel, Belanda menggempur pusat pertahanan Si Singamangaraja, walau terdesak Si Singamangaraja menolak untuk menyerah. Ulama pejuang ini akhirnya menemui syahid bersama Lopian, putrinya tercinta.

JADWAL PROSPEKTUS. PROSPEKTUS PENAWARAN UMUM PERDANA SAHAM PT EXPRESS TRANSINDO UTAMA Tbk TAHUN 2012. Kantor Pusat: Gedung Express Jl. Sukarjo Wiryopranoto No.11 Jakarta 11160 Telepon: +6221 2650 7000 Faksimili: +6221 2650 7008 Email: investor.relation@ www.expressgroup.co.id Tanggal Efektif Masa Penawaran Umum Tanggal Penjatahan Tanggal Pengembalian Uang Pemesanan

“Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ Tauik Abdullah dan Lapian, 2012375 a Perang Tondano I 1808 Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tondano terjadi dalam dua tahap. Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondano Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol selain berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan, Gubernur Terante Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina. » Kamu ingat peristiwa apa yang menyebabkan Spanyol harus pergi dari Indonesia dan menuju ke Filipina? VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC. Hal ini karena VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang- orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan orang- orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain 1 Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC, 2 orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut. Simon Cos sangat kesal karena ultimatumnya tidak diperhatikan. Pasukan VOC akhirnya ditarik mundur ke Manado. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tetapi tidak ada yang membeli. Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC agar membeli hasil- hasil pertaniannya. Dengan demikian, terbukalah tanah Minahasa oleh VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru di daratan yang diberi nama Minawanua ibu negeri. » Coba perhatikan dan renungkan isi ultimatum VOC yang kedua. Orang-orang Tondano disuruh membayar ganti rugi kerusakan tanaman padi akibat tergenang luapan air Sungai Temberan. Sungguh licik VOC karena yang menyebabkan kerusakan tetapi kerugiannya disuruh menanggung rakyat Tondano. Ingat! kelicikan Belanda ini akan terus berlangsung selama Belanda menjajah Indonesia. b Perang Tondano II 1809 Perang Tondano II sebenarnya sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan, maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari suku- suku yang memiliki keberanian berperang. Beberapa suku yang dianggap memiliki keberanian adalah orang-orang Madura, Dayak, dan Minahasa. Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung. Ukung adalah pemimpin dalam suatu wilayah walakatau daerah setingkat distrik. Belanda menargetkan 2000 pasukan Minahasa yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua. Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan terhadap program pengiriman pemuda Minahasa ke Jawa serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada Belanda. Dalam suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Residen Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang- orang Minahasa di Tondano Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Satu pasukan dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano, sedangkan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan terdengar berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di danau. Perang Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan, mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha m e m p e r t a h a n k a n n y a . P a r a pejuang itu memilih mati dari pada menyerah kepada penjajah. Sumber Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 Kolonisasi dan Perlawanan, 2012. Gambar Danau Tondano, usai pemusnahan hunian di atas air. S u m b e r h t t p s / / w w w. g o o g l e . c o . i d / s e a r c h = benten+moraya, 25-9-2015. »Sungguh luar biasa perlawanan rakyat Minahasa, yang telah mati- matian mempertahankan kedaulatannya. Coba pelajaran apa yang dapat kamu peroleh setelah belajar tentang sejarah Perang Tondano Perang Pattimura 1817 Maluku dengan hasil rempah-rempahnya diibaratkan bagaikan “mutiara dari timur”. Kekayaan yang diibaratkan bagaikan “mutiara dari timur” itu, senantiasa diburu oleh orang-orang Eropa. Namun tidak hanya memburu kekayaan, orang-orang Eropa juga ingin berkuasa dan melakukan monopoli perdagangan. Kekuasaan orang-orang Eropa itu telah merusak tata ekonomi dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di Nusantara. Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku. Kegiatan kerja rodi mulai dikurangi. Bahkan para pemuda Maluku juga diberi kesempatan untuk bekerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi pada masa pernerintahan kolonial Hindia Belanda, keadaan kembali berubah. Kegiatan monopoli di Maluku kembali diperketat. Dengan demikian, beban rakyat semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib, masih juga harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Kalau ada penduduk yang melanggar akan ditindak tegas. Ditambah lagi terdengar desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan, sementara itu para pemuda akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di luar Maluku. Desas-desus ini membuat situasi semakin panas, ditambah lagi dengan sikap arogan dan sikap sewenang-wenang dari Residen Saparua. Suatu ketika Belanda memesan perahu orambai kepada nelayan. Setelah selesai perahu diserahkan kepada Belanda. Tetapi Belanda tidak mau membayar perahu itu dengan harga yang pantas. Mereka menuntut agar pemerintah bersedia membayar perahu orambai yang dipesan oleh pemerintah Belanda dengan harga yang pantas. Bahkan perahu orambai yang diserahkan kepada pemerintah Belanda tidak pernah dibayar. Padahal orang-orang Maluku sudah berperan menyediakan ikan asin untuk kapal- kapal Belanda di Maluku. Belanda sama sekali tidak menghargai jasa orang- orang Maluku. Oleh karena itu, para pembuat perahu mengancam akan mogok jika tidak dibayar. Residen Saparua Van den Berg menolak tuntutan rakyat itu. Kejadian itu menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin menjadi-jadi. Menanggapi kondisi yang demikian para tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Sebagai contoh telah diadakan pertemuan rahasia di Pulau Haruku, pulau yang dihuni orang-orang Islam. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1817 di Pulau Saparua pulau yang dihuni orang-orang Kristen kembali diadakan pertemuan di sebuah tempat yang sering disebut dengan Hutan Kayu Putih. Dalam berbagai pertemuan itu disimpulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin terus menderita di bawah keserakahan dan kekejaman Belanda. Oleh karena itu, mereka perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Belanda. Thomas Matulessy yang kemudian terkenal dengan gelarnya Pattimura dipercaya sebagai pemimpin. Pengalamannya bekerja di dinas angkatan perang Inggris diyakini dapat menguntungkan rakyat Maluku. Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede. Ternyata di benteng itu sudah berkumpul pasukan Belanda. Dengan demikian terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku melawan pasukan Belanda. Dalam perang itu pasukan Belanda dipimpin oleh Residen van den Berg. Sementara dari pihak para pejuang dipimpin oleh para tokoh lain seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Para pejuang Maluku dengan sekuat tenaga mengepung Benteng Duurstede dan tidak begitu menghiraukan tembakan-tembakan meriam yang dimuntahkan oleh serdadu Belanda dari dalam benteng. Sementara itu senjata para pejuang Maluku masih sederhana seperti pedang dan keris. Dalam waktu yang hampir bersamaan para pejuang Maluku satu persatu dapat memanjat dan masuk ke dalam benteng. Residen dapat dibunuh dan Benteng Duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku. Jatuhnya Benteng Duurstede telah menambah semangat juang para pemuda Maluku untuk terus berjuang melawan Belanda. Sumber Jejak-Jejak Pahlawan Dari Sultan Agung hingga Hamengku Buwono IX, 1992. Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini dikawal oleh dua kapal perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh. Kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Selanjutnya Pattimura memusatkan perhatian untuk menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat gelagat itu maka pasukan Belanda memperkuat pertahanan benteng di bawah komandannya Groot. Patroli juga terus diperketat. Oleh karena itu, Pattimura gagal menembus Benteng Zeelandia. Upaya perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Bulan Agustus 1817 Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung disertai tembakan meriam Sumber Sejarah Nasional Indonesia 4, 1984 yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan di luar benteng dapat dipatahkan. Daerah di kepulauan itu jatuh kembali ke tangan Belanda. Dalam kondisi yang demikian itu Pattimura memerintahkan pasukannya untuk meloloskan diri dan meninggalkan tempat pertahanannya. Dengan demikian, Benteng Duurstede berhasil dikuasai Belanda kembali. Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan gerilya. Tetapi pada bulan November beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu ayah Christina Martha Tiahahu yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha Tiahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya. Belanda tidak akan puas sebelum dapat menangkap Pattimura. Bahkan, Belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura akan diberi hadiah gulden. Setelah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap. Pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu yang berusaha melanjutkan perang gerilya akhirnya juga tertangkap. Ia tidak dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke Jawa sebagai pekerja rodi. Dikisahkan bahwa di dalam kapal Christina Martha Tiahahu mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Dengan demikian, berakhirlah perlawanan Pattimura. » Kamu sudah belajar tentang sejarah perjuangan Pattimura dalam melawan Belanda. Coba rumuskan secara singkat mengapa terjadi perlawanan Pattimura, bagaimana jalannya perang yang dipimpin Pattimura ? Apa akibat dari perang itu ? Sumber Jejak-Jejak Pahlawan Dari Sultan Agung hingga Hamengku Buwono IX, 1992. Gambar Christina Martha Tiahahu. 3. Perang Padri Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1821–1837. Perang ini digerakkan oleh para pembaru Islam. Mengapa dan bagaimana Perang Padri itu terjadi? Perang Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat dalam masalah praktik keagamaan. Pertentangan itu dimanfaatkan sebagai pintu masuk bagi Belanda untuk campur tangan dalam urusan Minangkabau. Perlu dipahami sekalipun masyarakat Minangkabau sudah memeluk agama Islam, tetapi sebagian masyarakat masih memegang teguh adat dan kebiasaan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pada akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampung Kota Tua di daratan Agam. Karena berasal dari kampung Kota Tua maka ulama itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua. Tuanku Kota Tua ini mulai mengajarkan pembaruan-pembaruan dan praktik agama Islam. Dengan melihat realitas kebiasaan masyarakat, Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa masyarakat Minangkabau sudah begitu jauh menyimpang dari ajaran Islam. Ia menunjukkan bagaimana seharusnya masyarakat itu hidup sesuai dengan Alquran dan Sunah Nabi. Di antara murid dari Tuanku Kota Tua ini yang bernama Tuanku Nan Renceh. Kemudian pada tahun 1803 datanglah tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang melakukan gerakan pemurnian ajaran Islam di Minangkabau itu sering dikenal dengan kaum Padri. Mengenai sebutanPadri ini sesuai dengan sebutan orang Padir di Aceh. Padir itu tempat persinggahan para jamaah haji. Orang Belanda menyebutnya dengan Padriyang dapat dikaitkan dengan kata padre dari bahasa Portugis untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian putih. Sementara kaum Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam. Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran Islam, kaum Padri menentang praktik berbagai adat dan kebiasaan kaum Adat yang memang dilarang dalam ajaran Islam seperti berjudi, menyabung ayam, dan minum-minuman keras. Kaum Adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat penting kerajaan menolak gerakan kaum Padri. Terjadilah pertentangan antara kedua belah pihak. Timbullah bentrokan antara keduanya. Pada tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du Puy sebagai residen di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh Adat, Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu Minangkabau. Berdasarkan perjanjian ini maka beberapa daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821, Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat berhasil menduduki Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri pada tahun 1821 itu meletuslah Perang Padri. NAMA PADRI “Ada beberapa pendapat mengenai istilah padri. Ada yang mengatakan, padri berasal dari kata Portugis, padre yang artinya “bapak”, sebuah gelar yang biasa diberikan untuk golongan pendeta. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata Pedir, sebuah kota Bandar di pesisir utara Aceh, tempat transit dan pemberangkatan kaum muslimin yang akan melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Di Minangkabau pada awal abad XIX istilah padri belum dikenal. Waktu itu hanya popular sebutan golongan hitam dan golongan putih. Penamaan ini didasarkan pada pakaian yang mereka kenakan. Golongan putih yang pakaiannya serba putih adalah para pembaru, kemudian oleh penulis-penulis sejarah disebut sebagai kaum Padri/Padri. Belum diketahui mengapa golongan putih ini mereka sebut sebagai kaum Padri, sedangkan untuk golongan hitam merupakan kelompok yang memakai pakaian serba hitam. Kelompok ini merupakan kelompok yang mempertahankan paham yang terlebih dahulu sudah berkembang lama di Minangkabau, sehingga juga dikenal sebagai golongan adat” Tauik Abdullah dan Lapian ed, »Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebenarnya apa saja yang memicu meletusnya Perang Padri di Sumatera Barat itu? Coba rumuskan dengan bahasamu sendiri Perang Padri di Sumatera Barat ini dapat dibagi dalam tiga fase. a Fase Pertama 1821-1825 Pada fase pertama, kaum Padri menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap patroli-patroli Belanda. Bulan September 1821 pos-pos Simawang menjadi sasaran serbuan kaum Padri. Begitu pula dengan pos-pos lain seperti Soli Air, dan Sipinang. Kemudian Tuanku Pasaman menggerakkan sekitar sampai pasukan untuk mengadakan serangan di sekitar hutan di sebelah timur gunung. Pasukan Padri menggunakan senjata- senjata tradisional, seperti tombak dan parang. Sedangkan Belanda dengan kekuatan 200 orang serdadu Eropa ditambah sekitar pasukan orang pribumi termasuk juga kaum Adat. Belanda menggunakan senjata-senjata lebih modern seperti meriam dan senjata api lainnya. Pertempuran ini memakan banyak korban. Di pihak Tuanku Pasaman kehilangan 350 orang prajurit, termasuk putra Tuanku Pasaman. Begitu juga Belanda tidak sedikit kehilangan pasukannya. Tuanku Pasaman dengan sisa pasukannya kemudian mengundurkan diri ke Lintau. Sementara itu, pasukan Belanda setelah berhasil menguasai seluruh lembah Tanah Datar, kemudian mendirikan benteng di Batusangkar yang kelak terkenal dengan sebutan Fort Van der Capellen. Perlawanan kaum Padri muncul di berbagai tempat. Tuanku Pasaman memusatkan perjuangannya di Lintau dan Tuanku Nan Renceh memimpin pasukannya di sekitar Baso. Pasukan Tuanku Nan Renceh harus menghadapi pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Goffinet. Periode tahun 1821 - 1825, serangan-serangan kaum Padri memang meluas di seluruh tanah Minangkabau. Bulan September 1822 kaum Padri berhasil mengusir Belanda dari Sungai Puar, Guguk Sigandang, dan Tajong Alam. Menyusul kemudian di Bonio kaum Padri harus menghadapi menghadapi pasukan PH. Marinus. Pada tahun 1823 pasukan Padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di Kapau. Kesatuan kaum Padri yang terkenal berpusat di Bonjol. Pemimpin mereka adalah Peto Syarif. Peto Syarif inilah yang dalam sejarah Perang Padri dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol. Ia sangat gigih memimpin kaum Padri untuk melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di tanah Minangkabau. Belanda merasa kewalahan dalam melawan kaum Padri, sehingga mengambil strategi damai. Oleh karena itu, pada tanggal 26 Januari 1824 tercapailah perundingan damai antara Belanda dengan kaum Padri di wilayah Alahan Panjang. Perundingan ini dikenal PTPerusahaan Listrik Negara (Persero) harus membayarkan ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya akibat mati listrik Jumat, 3 September 2021 Cari
103 Sejarah Indonesia 1. Perang Tondano “Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ Tauik Abdullah dan Lapian, 2012375 a Perang Tondano I 1808 Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tondano terjadi dalam dua tahap. Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondano Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol selain berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan, Gubernur Terante Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina. » Kamu ingat peristiwa apa yang menyebabkan Spanyol harus pergi dari Indonesia dan menuju ke Filipina? VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC. Hal ini karena VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang- orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan orang- orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan Memahami Teks 104 Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1 tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain 1 Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC, 2 orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut. Simon Cos sangat kesal karena ultimatumnya tidak diperhatikan. Pasukan VOC akhirnya ditarik mundur ke Manado. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah dengan hasil pertanian yang menumpuk, tetapi tidak ada yang membeli. Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC agar membeli hasil- hasil pertaniannya. Dengan demikian, terbukalah tanah Minahasa oleh VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru di daratan yang diberi nama Minawanua ibu negeri. » Coba perhatikan dan renungkan isi ultimatum VOC yang kedua. Orang-orang Tondano disuruh membayar ganti rugi kerusakan tanaman padi akibat tergenang luapan air Sungai Temberan. Sungguh licik VOC karena yang menyebabkan kerusakan tetapi kerugiannya disuruh menanggung rakyat Tondano. Ingat kelicikan Belanda ini akan terus berlangsung selama Belanda menjajah Indonesia. b Perang Tondano II 1809 Perang Tondano II sebenarnya sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan, maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari suku- suku yang memiliki keberanian berperang. Beberapa suku yang dianggap memiliki keberanian adalah orang-orang Madura, Dayak, dan Minahasa. Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung. 105 Sejarah Indonesia Ukung adalah pemimpin dalam suatu wilayah walak atau daerah setingkat distrik. Belanda menargetkan 2000 pasukan Minahasa yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua. Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan terhadap program pengiriman pemuda Minahasa ke Jawa serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada Belanda. Dalam suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Residen Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang- orang Minahasa di Tondano Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Satu pasukan dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano, sedangkan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan terdengar berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di danau. 106 Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1 Perang Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan, mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha m e m p e r t a h a n k a n n y a . P a r a pejuang itu memilih mati dari pada menyerah kepada penjajah. Sumber Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 Kolonisasi dan Perlawanan, 2012. Gambar Danau Tondano, usai pemusnahan hunian di atas air. S u m b e r h t t p s w w w. g o o g l e . c o . i d s e a r c h = benten+moraya, 25-9-2015 . Gambar Bekas Benteng Moraya 107 Sejarah Indonesia » Sungguh luar biasa perlawanan rakyat Minahasa, yang telah mati- matian mempertahankan kedaulatannya. Coba pelajaran apa yang dapat kamu peroleh setelah belajar tentang sejarah Perang Tondano tersebut. 2. Perang Pattimura 1817
ymeAA.
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/238
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/322
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/195
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/66
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/87
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/158
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/224
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/29
  • ebdrtr5ekw.pages.dev/136
  • rakyat tondano harus membayar ganti rugi